Selasa, 18 Desember 2012

INFO MUSLIM

Diposting oleh Unknown di 23.04 0 komentar

UKHTI JANGAN BEGITU...

Bismillaah..

Pernahkah engkau taaruf dgn seorang ikhwan dan dengan semboyan dahsyat MENCINTAIMU KARENA ALLAH, tapi berawal dgn niat sperti ini:

"hmm.. jalani dululah, siapa tau cocok..."
"hmm.., bolehlah, siapa tauemang jodoh..."
"siapa tau..."......”s iapa tau...” dan siapa tau yg lain-lainnya... .

Sungguh bukan hak saya utk berkata demikian sebenarnya..
Tapi...sungguh miris hati saya ketika melihat realita... taaruf seakan jadi sebuah solusi atau jalan lain karena tidak boleh pacaran...!!!

Akibatnya.. taaruf tiada bedanya dg pacaran...?? ?
Lalu...??? taaruf adalah pacaran hanya dibungkus dengan "selimut Islami..." ??

Jika pacaran yang dibicarakan adalah: "sayang...ketem uan yuk..."

Taaruf...: "ukhty...sholat tahajud dulu...* ?????, maksud lo?

Jika pacaran mengungkapkan perasaan dgn: "sayang...aku cinta kamu..."

Taaruf ...: "ukhty...sunggu h hati ini mencintaimu karena Allah..." *Maksud lo ????

Sms-sms penuh perhatian... tiap hari...tiap jam...
Telepon mengobrol kehidupan sehari-hari. curhat sana sini ini itu..
Chatting..?? tiap hari!
YANG DIBICARAKAN. ..??????? hmm..tidak jauh beda...!!!

Kiranya semuanya telah tau...
Bahwa wanita adalah fitnah terbesar bagi seorang laki-laki...

Namun...saya wanita...dan ukhty pun wanita...kita juga tau...bahwa perhatian laki-laki... kasih sayangnya... sikap melindunginya. kata2 manisnya..adala h cobaan yang tidak kalah hebatnya bagi seorang wanita...

Mungkin para akhwat pada awalnya akan berkata...

"iih...antum iseng banget sih..."
"nyebelin... "
"ganjen..."
"ngapain sih ngajak-ngajak taarufan gak jelas.."

TAPI....tanpa kita sadari, kita semuapun juga tau....
BAHWA Cinta itu tumbuh karena terbiasa...

terbiasa di smsin dan ditelponin..
terbiasa dekat...
terbiasa ada...
terbiasa bersama...
terbiasa saling menyapa...
terbiasa diberi perhatian...
terbiasa saling mengobrol...
danterbiasa terbiasa yg lain.. hmm...

Cinta itu teramat bening...
saat ini tiada apapun...namun perlahan...tanp a kita sadari...dia sudah menjalar ke seluruh bagian jiwa kita,,,menguasa i kita...

Awalnya mungkin kita akan merasa sebal dengan kehadirannya. ..
Terganggu oleh sms-sms isengnya....
Terganggu oleh pertanyaan-pert anya an anehnya....

Namun...tanpa kita sadari...
saat ia tiada...
saat sms tak kunjung tiba...
saat telepon tak berdering lama....????
akan ada perasaan kehilangan.. ..
setiap saat melihat ke HP...menunggu deringnya...
setiap saat melongok ke komputer...menu nggu dia online.

Dan itukah...itukah saudariku... .??? yang dinamakan dengan..."MENCI NTAI KARENA ALLAH...???

dan bgaimana jika kita telah jatuh cinta...
bagaimana ternyata hati kita sudah saling merindu...mengi nginkan adanya kebersamaan. ..
merindukan adanya kasih yang tanpa akhir...
sementara... .KITA BELUM HALAL....!!! !!!
DAN MUNGKIN KITA TIDAK AKAN PERNAH JADI HALAL....!!! !!!

sanggupkah engkau pertanggungjawa bkan sms-sms mesramu...?? ?
sanggupkah engkau pertanggungjawa bkan telepon mesramu...?? ?
sanggupkah engkau pertanggungjawa bkan tangis para akhwat karena mulai merindukanmu. ..???
dan mulai berharap padamu...???

MARI TAARUF YANG BENAR...!
CARANYA..? CARI ILMUNYA ATUH..!

CerPenKu...

Diposting oleh Unknown di 21.01 0 komentar


Tangis Yang Bermakna
 Jarum besi itu masih saja bergetar tak terhenti. Aku masih belum saja tidur, Adikku yang tertidur disampingku tampak terlelap dalam tidurnya. Kubelai lembut kepalanya, hangat. Aku masih bingung mengapa Aku tak bisa tidur? Sedangkan Adikku masih tenang saja tertidur di atas bulan. Kutatap jam dinding itu lagi, jarum pendek  menunjukkan angka dua belas.
 “ Abi… “ Igau Adikku. Adikku ini memang sangat senang mengigau. “ Abi…” Kutepuk pantatnya hingga ia diam.
 Aku  berusaha untuk menutup mataku rapat-rapat tetapi Aku tak dapat tidur juga. Akhirnya, kulangkahkan kakiku gontai berjalan ke dapur setelah menyalakan lampu. Mataku sedikit silau saat melihat cahaya lampu dengan watt yang tinggi.
 Kusambar gelas kaca di lemari dan mengambil air. Kurasakan air itu mengalir perlahan-lahan, masuk ke kerongkonganku dan berlabuh di lambungku. Baru kusadari, sedari tadi Aku kehausan sehingga tidak bisa tidur.
 Kulihat bayangan putih dijendela, Ahh… Aku berusaha memberanikan diriku. Aku hanya berpikir kalo ada orang berbaju putih yang sedang meronda. Putih? kuhentikan langkahku, kulihat jendela tanpa gorden itu. Bayangan itu terlihat lagi, dengan langkah agak takut-takut Aku segera mematikan lampu dan kusimpan gelas kaca yang tadi kupegang. Saking takutnya, Aku membayangkan bahwa gelasku akan terjatuh dan pecah karena disentil setan, hal itu benar-benar terjadi!
 Umi yang tertidur pulas terbangun kaget, ia melangkah ke dapur melewati tiap papan kayu dan turun ke dapur. Aku yang menyadari itu segera menyalakan lampu lagi.
 “ Ada apa?” tanyanya sambil menggosok-gosok matanya.
 “ Hmm… “ Aku yang salah tingkah menunjuk ke arah gelas kaca yang kini tidak terbentuk .   “ Pecah…”
Umi hanya bisa tersenyum, “ Ini sudah malam, ambil sapu dan buang di tempat sampah” Ia ingin masuk ke kamarnya lagi.
 “ Umi… temani Aku.”  
 “ Hm.. “
 “ Aku takut…” Kataku sambil menunjuk ke arah jendela. Bayangan putih itu tak terlihat lagi.
 “ Umi temani kamu, cepat yah. Ini sudah jam dua belas, jam satu mungkin Abimu sudah sampai di Bone”
Aku mengangguk, bersyukur juga. Aku segera mengambil sapu dan menyapu di lantai, meneliti tiap jengkal lantai agar tidak ada beling kaca yang tersisa. Akhirnya, setelah kurang lebih lima belas menit berlalu akhirnya tugas menyapuku selesai sudah. Aku membangunkan Umi yang tertidur pulas di kursi.
 “ Umi… sudah selesai.”
Umi yang masih setengah sadar, mengangguk dan berjalan oleng menuju kekamarnya. Ku matikan lagi lampu dapur. Kuterbaring lagi disamping Adikku, Beberapa lama kemudian, suara rintik hujan bagaikan musik mengalungiku dalam tidur.
Tadi pagi, Abi berbelanja oleh oleh untuk keluargaku yang berada di Bone. Ini karena Abi ingin pulang ke Bone.
 “ Kamu ambil kerupuk ya…”
 “ Berapa, Abi?” Kataku sambil melihat-lihat kerupuk.
 “ Enam, buat Nenek di Menara biru, buat Nenek di Barebbo, Pak Alif, Pak Zaenal, Puang Ida dan Puang Aca” Katanya sambil melihat-lihat buah.
 “ Tujuh ya, Abi… buat Aku dan Unul…” Kataku sambil mengambil satu lagi. Abi hanya mengangguk sambil tersenyum. Adikku sedang sekolah, sedangkan Aku sekolah juga, tapi sekolah siang, Umi kerja di puskesmas, itulah mengapa hanya Aku yang ikut.
 “ Ya, semuanya 40.000 rupiah… “ Kata petugas kasir.
Abi lalu segera mengeluarkan uang berwarna biru. Petugas kasir itu lalu tersenyum lagi.
 “ Terima kasih telah berbelanja ditoko kami… “ Ia lalu melayani pelanggan dibelakang Abi.
Kami lalu pulang ke rumah, pas Aku pulang ke rumah sudah jam sepuluh.
 “ Abi, Aku jemput Unul, ya?” kataku sambil meraih sepeda.
Abi mengangguk. Aku memang punya tugas untuk menjemput Adikku, tak jauh sih… hanya melewati sepuluh rumah.
 “ Unul, cepat pulang. Ada kerupuk di rumah!” Aku meneriaki Adikku saat sampai. Adikku pada saat itu masih TK. Adikku yang dahulunya sangat sukar diajak pulang langsung berbinar-binar matanya. Ia turun dari seluncuran dan mendekatiku.
 “ Kerupuk?” Tanyanya sambil meraih tas dan bekalnya.
 “ Ya…” Aku mengangguk. Aku segera memboncengi Adikku pulang.
 Sesampainya di rumah, Adikku langsung mencari kantong plastik.
 “ Kantongnya mana?” Katanya sambil membanting tasnya.
 “ Sabar, ganti baju dulu dan minum. Aku akan memberikanmu kantongnya.” Kataku sambil cekikikan. Adikku ini memang paling semangat kalau tentang makanan.
 “ Sekarang… “ Bujuknya, hm… anak ini memang tak sabaran.
 “ Ganti baju dulu…”
Akhirnya Adikku menyerah dan mengganti bajunya.
 “ Kantong…” Katanya lagi. Aku ingin menjahilinya lagi.
 “ Eh… minum dulu…” Kataku sambil tertawa dalam hati. Aku berusaha ingin tampil se-serius mungkin. Ia menurutiku.
 “ Kantong…”
 “ Eh… simpan tas dan sepatunya di tempat semula…” Kataku sambil mencari lagi apa yang perlu dibereskan.
 “ Kantongnya mana?” Ia masih belum yakin.
 “ Ini terakhir…” Kataku memancingnya. Akhirnya ia menurutiku.
 “ Kantong… “
 “ Eh… Hm…” Aku sudah kehabisan perkataan. Aku mendapatkan ide baru. “ Cari sendiri… “
Adikku langsung bermuka masam. “ Tadi bilang…”
 “ Aku bercanda…” Kataku tak dapat menahan tawa.” Tuh… dibawah TV…”
 “ Asyik… “ Ia sangat bersemangat. “ Ini semua untukku?”
 “ Satu saja, kita makan sama-sama.” Kataku sambil mendekat.
 “ Yey! Makan! “ Adikku memakannya dengan lahap. Aku hanya dapat menahan tawaku.
 “ Bagaimana?” Tanyaku. Ingin mendengar komentarnya.
 “ Enuak…” Katanya dengan mulut penuh.
 “ Apa?” Tanyaku lagi. Padahal Aku sudah tahu apa yang ia katakan. Ia mengunyahnya dengan cepat.
 “ Aku bilang, Enak… “ Katanya lagi sambil melanjutkan makan. Aku hanya dapat menggeleng-geleng melihat tingkah Adikku. Abi yang ternyata sudah menyusun baju melihat Aku dan Adikku makan.
 “ Wah… tidak ajak-ajak…” Abi tertawa sambil bergabung dengan kami.
Jam Sebelas…
 “ Assalamu alaikum…”
 “ Waalaikumu salam… “ Jawabku.
 “ Ada ayam goreng! Tadi Umi beli di KFC…” Katanya sambil mengangkat kantong putih bertuliskan KFC. Kubayangkan ayam goreng renyah.
 “ Waah! “ Aku dan Adikku lalu berebutan untuk mengambil piring.
 “ Kejutan!” Aku berteriak senang. “ Abi! Abi tidak perlu masak. Ada ayam!”
Abi yang bersiap siap memasak tersenyum. “ Baru saja mau masak, eh ada ayam… “ Aku tersenyum mendengarnya. Abi dan Umi lalu masak telur goreng dan makan.
 “ Umi, kenapa tidak beli ayam lagi saja?” Tanyaku. Masih tak mengerti.
 “ Umi dan Abi sudah sering makan ayam, jadi sudah bosan…”
Aku mengangguk mengerti. Ternyata ada juga yang dikatakan bosan dengan makanan. Setelah makan, Aku bersiap-siap ke sekolah.
 “ Umi, Abi, Unul… Aku berangkat…”
 “ Ya, hati-hati dijalan… “ Keluarga kecilku ini melambaikan tangannya. Aku hanya bisa tersenyum.
 “ Assalamu alaikum… “
 “ Waalaikumussalam…”
Dalam hati, Aku bersyukur walaupun kami hanya sebuah keluarga yang sederhana, Abi dan Umi sangat mementingkan ilmu agama dan kesopanan. Tak seperti keluarga kaya yang Ibu Ayahnya sibuk sehingga tidak memerhatikan akhlak anaknya.
 Sora harinya…
 Kukayuh pedal sepedaku dengan santai, matahari memberikan sinarnya dengan lembut. Jalan berbatu serasa mulus, udara pengap jadi segar. Saat sampai dirumah, Aku sangat ingin bermain bulu tangkis. Maka Aku mengajak Umi dan Adikku bermain. Abi beristirahat sejenak sambil menyeruput teh hangat. Setelah salat isya, Abi akan berangkat.
 “ Abi, Aku minta kerupuk…” Kata Adikku.
 “ Tidak sayang, Kau sudah makan satu dan lainnya untuk orang di Bone.”
 “ Minta… “ Katanya seperti ingin menangis.
 “ Coba kamu bayangkan kalau kerupuk kamu dimakan orang  lain, sedih kan? “ Abi memberi contoh.
 “ Sedih… “ Jawabnya dengan suara parau.
 “ Nah, pasti orang di Bone juga begitu kalau kerupuknya dimakan… “
 “ Tapi, itu punyaku… “ Katanya. Adikku ini memang sulit sekali mengerti.
 “ Hm…begini saja, besok kamu beli kerupuk lagi ya? sama Umi… “ Abi mencoba memberikan solusi.
 “ Tidak, Aku maunya sekarang.” Tangisnya mulai meninggi. Aku dan Umi yang sedang bermain bulu tangkis kaget dan memberhentikan permainan bulu tangkis.
 “ Kenapa, Abi? “ Tanyaku. “ Siapa tahu Aku bisa membantu… “
 “ Unul minta kerupuknya, itu kan punya orang yang di Bone.” Jelas Abi.
 “ Unul, itu punya orang di Bone. Besok kita beli lagi ya?” Bujuk Umi.
 “ Tidak, itu punyaku. Itu punyaku!” Tangisnya meninggi.
Kamipun dibuat bingung karenanya.
 “ Sekarang, kita beli Taro yuk… “ Ajakku. Tangisnya mereda.
 “ Taro?”
 “ Ya…” Aku harap ini berhasil.
 “ Ayo! “ Ia menarik tanganku dan menghapus air matanya. Abi dan Umi berterima kasih kepadaku karena telah mengalihkan perhatian Adikku.
Jam tujuh, setelah salat Isya…
 “ Umi, Ayu, Unul, Abi mau berangkat. Jaga diri kalian baik-baik ya… “ kata Abi. “ Abi mau berangkat.”
Umi, Unul dan Aku mengantar Abi keluar.
 “ Hati-hati, Abi… “ kataku.
 Umiku baru teringat.
 “ Abi, tunggu.” Kata Umi.
 “ Kenapa?”
 “ Kantong… “ Umi lalu masuk ke dalam dan mengambil kantong berisi kerupuk.
Mendengar kata ‘kantong’ disebut, otak Adikku langsung berproses.
 “ Kerupuk… “ tangisnya meledak lagi.
Mendengar Adikku menangis lagi, Aku melakukan tak tik -ku.
 “ Ayo beli Taro… “ Kataku. Tangis Adikku berhenti sejenak. Ia melanjutkan lagi.
 “ Sudah tutup… “ Aku melihat kekiri. Betul, kios penjual Taro kesukaan Adikku sudah tutup.
Begitu lama Adikku menangis, sehingga Abi masuk kembali ke dalam.
 “ Kita tidak boleh berangkat keluar bila ada yang menangis.” Kata Abi.
Aku langsung berusaha membalik otakku, apa lagi tak tik-ku untuk menipunya? Akhirnya  setelah satu jam menangis, Adikku berhenti dan tertidur.
 “ Akhirnya, Unul tidur juga… “ Kualihkan mataku ke jam dinding. Sudah jam delapan. Aku berusaha mengangkat Adikku ke kamarnya. Tetapi, Umi hanya tersenyum mengisyaratkan bahwa dia saja yang mengangkatnya. Aku duduk termenung.
 “ Abi tidak ingin menunda? Besok saja berangkatnya, besok hari minggu.” Kataku sambil mendekat.
 “ Abi sudah janji dengan orang-orang di Bone, Abi pulang hari ini.” Katanya sambil memakai helm. “ Abi mau pergi ya…”
Aku langsung berdiri dan mengangkat kantong berisi kerupuk. Umi yang sudah mengangkat Adikku kekamar juga pergi keluar.
 “ Hati-hati, Bi” Pesan Umi. Aku melambaikan tanganku mengucapkan salam perpisahan.
Pagi-pagi sekali, setelah solat subuh…
 “ Baik hatinya… santun perangainya… “ Lantunan lagu Haddad Alwi, Insan Utama mengagetkan kami.
 “ Ya… “ Umi mengangkatnya. Aku mendekat. Kelihatannya penting sekali.
 “ Apa? “ Umi kelihatan kaget. “ Ya… ya… di BTN Antara Blok A21 no 1A”
 “ Terima kasih…”
 Umi menutup telepon.
 “ Kenapa, Umi? “ Tanyaku.
 “ Abi kecelakaan… “ Katanya sedih.
Aku kaget. “ Abi kecelakaan? Terus?”
 “ Abi akan diantar kesini pagi ini. “
Aku mengangguk mengerti, segera kuambil handuk putih dan masuk ke kamar mandi. Air dingin terasa sejuk saat mengenai tubuhku. Setelah mandi, ternyata orang-orang yang baru Aku lihat mukanya duduk di kursi ruang tamu. Segera Aku memakai baju rumah. Saat melihat di kamar Umi, Abi sudah tertidur di sana dengan tangan kanan diletakkan diatas bantal. Aku melihatnya.
  “ Abi?”
Abi yang berbaring tersenyum padaku.
 “ Abi tidak apa-apa?”
“ Ya” Katanya sambil tersenyum.
Abi menceritakan bahwa saat hujan, mobil truk di depannya menukik tajam. Sehingga menyebabkan Abi jatuh dan tertidur di aspal yang kasar. Ia menceritakan banyak orang yang membopongnya ke rumah salah satu warga. Disana Abi tidur hingga esok harinya Ia pulang ke Makassar.
 “ Begitu ceritanya… “
 Aku mengangguk mengerti, ternyata Adikku sudah mandi dan melihat Abi terbaring lusuh di tempat tidur. Ia menangis lagi. Tetapi, makna tangisannya sungguh luar biasa.
  “ Ini semua gara-gara Unul… “ Katanya. Aku berusaha menghentikan tangisnya. Sementara itu orang yang tadi mengantar Abi pulang.
 “ Ada apa ini?” Umi yang ternyata sudah melayani tamu masuk.
 “ Unul nangis… “ Kataku.
Umi mendekat dan memeluk Abi. Aku dan Adikku juga memeluk Abi.
 “ Aku sayang Abi… “ Kata Adikku dalam tangisnya. Kami berpelukan dalam tangisan…
Dalam hati, Aku baru memahami bahwa Adikku hanya mengambil alasan kerupuk agar Abi tak pergi malam itu. Aku perlu berterima kasih padanya. Dua malaikat tersenyum diatas awan, tugas mereka selesai dengan hasil yang tidak terlalu memuaskan, Namun, mereka bangga bisa membantu dengan perantara salah satu jiwa…
TAMAT
“TETAP MENJADI KELUARGA YANG BAHAGIA”
 

Welcome to my blog! Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez